Minggu, 30 Desember 2018

Sepikan Malam Tahun Baru





Tahun baru Masehi saat ini memang dirayakan secara megah dan besar-besaran yang dihiasi dengan suara terompet maupun atraksi kembang api yang cantik di seluruh dunia yang dirayakan semua orang, baik umat muslim. Namun perlu diketahui jika perayaan tersebut identik dengan hari besar yang dirayakan orang Nasrani.

Perayaan ini memiliki sejarah panjang. Banyak di antara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tanpa tahu kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan. Kegiatan ini merupakan pesta warisan dari masa lalu yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings. Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun. (G Capdeville “Les épithetes cultuels de Janus” in Mélanges de l’école française de Rome (Antiquité), hal. 399-400).

Fakta tersebut menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya kaum muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi.

Perlu diketahui, turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk meniru kebiasaan orang jelek, termasuk orang kafir. Beliau bersabda,
من تشبه بقوم فهو منهم
Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadis shahih riwayat Abu Daud)
Hal-hal berikut yang dapat merusak keimanan/aqidah seorang muslim jika ikut-ikutan merayakan moment tersebut:  
1.      Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan Ied Haram
Kerusakan yang pertama adalah jika seorang merayakan tahun baru berarti juga merayakan ied atau hari perayaan yang haram hukumnya. Ini bisa terjadi karena hanya ada 2 ied bagi kaum muslim yakni Idul Fitri dan juga Idul Adha.
Anas bin Malik berkata, “Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fitri dan Idul Adha.’”.

2.      Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh Orang Kafir

Kerusakan yang kedua adalah merayakan tahun baru berarti tasyabbuh atau meniru orang kafir. Nabi Muhammad sedari dulu sudah memperingatkan jika umat ini akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan juga Nasrani dan kaum muslim akan mengikuti mereka baik dari segi berpakaian ataupun dari segi hari raya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“.
3.      Merekayasa Amalan Tanpa Tuntunan Malam Tahun Baru

Seperti yang kita ketahui jika perayaan tahun baru berasal dari budaya orang kafir dan menjadi tradisi. Akan tetapi, orang jahil mensyariatkan amalan tertentu untuk malam pergantian tahun tersebut. Hal terbaik yang bisa dilakukan umat muslim untuk malam tahun baru sebaiknya diisi dengan dzikir berjamaah di masjid yang lebih bermanfaat. Persyariatan tersebut sungguh aneh sebab sudah melakukan amalan tanpa diikuti dengan tuntunan dan lagi pula ini bukanlah perayaan atau ritual umat muslim.
4.      Terjerumus Pada Haram Saat Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Tahun baru merupakan syiar orang kafir dan bukanlah menjadi syiar umat muslim sehingga tidak pantas bagi umat muslim untuk memberi selamat dalam syiar orang kafir berdasarkan dari kesepakatan para ulama.
Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah berkata, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
5.      Meninggalkan Perkara Wajib

Begadang selama semalam sambil menunggu detik pergantian tahun tentunya akan membuat umat muslim meninggalkan perkara wajib yakni sholat 5 waktu seperti salat subuh. Meninggalkan sholat 5 waktu tersebut bukanlah perkara yang sepele dan bahkan para ulama menyatakan hal tersebut sebagai perkara dosa besar dalam Islam.
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”
6.      Bergadang Tanpa Hajat

Bergadang dalam Islam tanpa diikuti dengan syar’i sangat dibenci oleh Rasulullah SAW termasuk salah satunya adalah merayakan tahun baru sebab tidak memiliki manfaat sama sekali.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”
7.      Terjerumus Dalam Zina

Perayaan tahun baru juga tidak lepas dengan ikhtilath atau bercampurnya antara wanita dan laki laki dan juga berkholawat atau berdua duaan dan ini bisa menjerumuskan umat muslim ke dalam zina dalam Islam. Hal inilah yang akan terjadi dalam malam pergantian tahun baru padahal melakukan pandangan, bersentuhan tangan dan bahkan sampai kemaluan adalah perbuatan zina dan menjadi hal yang sangat diharamkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.
Demikian penjelasan terkait apa saja hukum dan larangan merayakan tahun baru masehi bagi umat islam beserta alasan-alasan yang  menjelaskan mengapa hal itu dilarang. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaatJ





Senin, 24 Desember 2018

Bolehkah Mengucapkan Selamat Natal?




Ucapan Merry Christmass atau Selamat Hari Natal selalu terdengar pada hari raya keagamaan umat Kristen tiba. Natal (dari bahasa Portugis yang berarti ‘kelahiran’) adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus.

Bagi penganut agama selain Islam, ucapan Selamat Hari Natal mungkin dianggap sah sebagai salah satu bentuk toleransi antar agama, bentuk rasa saling menghormati sesama warga Negara yang berbeda agama. Namun, ternyata kaidah ini tidak berlaku dalam ajaran agama Islam. Syariat Islam justru melarang umatnya untuk mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen saat mereka merayakannya, hukumnya HARAM. Dan ada juga sebagian di antara kaum muslimin, berpendapat nyeleneh sebagaimana pendapatnya orang-orang kafir. Dengan alasan sebagai toleransi dalam beragama!? Toleransi beragama, bukanlah seperti kesabaran yang tidak ada batasnya. Namun toleransi beragama dijunjung tinggi oleh syari’at, asal di dalamnya tidak terdapat penyelisihan syari’at. Bentuk toleransi bisa juga bentuknya adalah membiarkan saja mereka berhari raya tanpa turut serta dalam acara mereka, termasuk tidak perlu ada ucapan selamat.
Alasan Terlarangnya Ucapan Selamat Natal

  • Bukanlah perayaan kaum muslimin
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perayaan bagi kaum muslimin hanya ada 2, yaitu hari ‘Idul fitri dan hari ‘Idul Adha.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata : Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul Fitri” (HR. Ahmad, shahih). Sebagai muslim yang ta’at, cukuplah petunjuk Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjadi sebaik-baik petunjuk.
  • Menyetujui kekufuran orang-orang yang merayakan natal
Ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya kita memberikan suatu ucapan penghargaan. Misalnya ucapan selamat kepada teman yang telah lulus dari kuliahnya saat di wisuda. Nah, begitu juga dengan seorang yang muslim mengucapkan selamat natal kepada seorang nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari natal adalah hari kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi ‘Isa ‘alaihish shalatu wa sallam. Dan mereka menganggap bahwa Nabi ‘Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah kekufuran yang sangat jelas dan nyata? 
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6)
  • Merupakan sikap loyal (wala) yang keliru
Loyal (wala) tidaklah sama dengan berbuat baik (ihsan). Wala memiliki arti loyal, menolong, atau memuliakan orang kita cintai, sehingga apabila kita wala terhadap seseorang, akan tumbuh rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh karena itu, para kekasih Allah juga disebut dengan wali-wali Allah. Ketika kita mengucapkan selamat natal, hal itu dapat menumbuhkan rasa cinta kita perlahan-lahan kepada mereka. Mungkin sebagian kita mengingkari, yang diucapkan hanya sekedar di lisan saja. Padahal seorang muslim diperintahkan untuk mengingkari sesembahan-sesembahan orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Qs. Al Mumtahanah: 4)
  • Nabi melarang mendahului ucapan salam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,                                                                        
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167). Ucapan selamat natal termasuk di dalam larangan hadits ini.
  •  Menyerupai orang kafir
Tidak samar lagi, bahwa sebagian kaum muslimin turut berpartisipasi dalam perayaan natal. Lihat saja ketika di pasar-pasar, di jalan-jalan, dan pusat perbelanjaan. Sebagian dari kaum muslimin ada yang berpakaian dengan pakaian khas perayaan natal. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kaum  muslimin untuk menyerupai kaum kafir.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Pembicaraan Kelahiran Isa dalam Al Qur’an

Maka Maryam mengandungnya, lalu ia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: ‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.’ Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 22-25)
     Kutipan ayat di atas menunjukkan bahwa Maryam mengandung Nabi ‘Isa ‘alahis salam pada saat kurma sedang berbuah. Dan musim saat kurma berbuah adalah musim panas. Jadi selama ini natal yang diidetikkan dengan musim dingin (winter), adalah suatu hal yang keliru.

      Ketahuilah wahai akhi dan ukhti, perkara yang remeh bisa menjadi perkara yang besar jika kita tidak mengetahuinya. Mengucapkan selamat pada suatu perayaan yang bukan berasal dari Islam saja terlarang (semisal ucapan selamat ulang tahun), bagaimana lagi mengucapkan selamat kepada perayaan orang kafir? Tentu lebih-lebih lagi terlarangnya.
Meskipun ucapan selamat hanyalah sebuah ucapan yang ringan, namun menjadi masalah yang berat dalam hal aqidah. Terlebih lagi, jika ada di antara kaum muslimin yang membantu perayaan natal. Misalnya dengan membantu menyebarkan ucapan selamat hari natal, boleh jadi berupa spanduk, baliho, atau yang lebih parah lagi memakai pakaian khas acara natal (santa klaus, pent.)
Allah Ta’ala telah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2).
SUMBER:










Pengikut